Manusia Hina Yang Saling Menjatuhkan Sesama Manusia




“Takutlah kamu terhadap do’a orang yang terdzalimi. Karena tidak ada penghalang dia dengan Alloh” (H.R Bukhori)
Mengapa kita saling MENJATUHKAN ?
Sudah sejak lama manusia saling menjatuhkan, saling menghina, saling menuduh dan menfitnah, bahkan saling membunuh untuk mengagungkan Agamanya. Dengan ini saya ingin meminta kepada yang benar-benar rajin mempelajari Agama untuk menjawabnya :
1. Siapa yang menurunkan Agama dan kitab suci Nya ?
2. Adakah isi suatu Kitab suci yang mengatakan bahwa Agama lainnya itu salah ?
3. Apakah Kitab suci mengajarkan umatnya untuk menghormati ajaran Agama lainnya ?
4. Apakah ada Nabi ( yang ditunjuk oleh Tuhan ) yang mengatakan bahwa dialah Nabi yang sebenarnya sedangkan yang lainnya tidak benar ?
5. Adakah Nabi yang mengatakan kalau dia sebenarnya adalah Tuhan ?
6. Kepada siapakah Nabi-Nabi itu tunduk dan beriman ?
7. Adakah para nabi yang mengajarkan kepada pengikutnya untuk saling menjatuhkan dan menghina antara sesama Umat manusia ?
8. Siapakah yang memberikan mukzijat kepada semua Nabi tersebut untuk dapat melakukan semua keajaibanNya ?
Sesungguhnya balasan keburukan adalah munculnya keburukan setelahnya sebagaimana balasan kebaikan adalah diperolehnya kebaiakan sesudahnya( tafsir ibnu katsir,II/498)
Mengapa kita harus MENGHARGAI ?
Menghargai merupakan sebuah ungkapan yang terdengar sederhana, tetapi banyak orang yang lalai dalam mengaplikasikannya. Menurut hemat saya, saling menghargai dapat diaplikasikan dengan mudah. Hal ini dapat dimulai dalam lingkungan keluarga. Sebagai contoh, seorang anak harus menghargai orang tuanya.
Manakala orang tuanya memberikan nasehat ataupun membimbing putra putrinya maka seorang anak tidak boleh membantah. Dengan anggota keluarga lainnya pun juga begitu. Misalnya, adik dan kakak harus saling menghormati, yaitu adik menghormati kakaknya yang lebih tua, begitu pula kakak juga menghargai adiknya. Cara lain yang dapat dilakukan untuk saling menghargai adalah tidak mengeluarkan kata – kata yang dapat menyakiti orang lain, khususnya dalam keluarga.
Di lingkungan sekolah, sikap saling menghargai harus di aplikasikan. Seorang murid harus menghargai gurunya. Begitu pula seorang guru harus menghargai muridnya. Guru tidak boleh menghukum siswa siswinya dengan menggunakan kekerasan. Seorang murid dengan temannya juga membiasakan saling menghargai. Sebagai contoh, apabila ada salah satu murid yang mendapatkan prestasi maka teman – teman yang lainnya hendaklah mengucapkan selamat kepada rekannya tersebut.
Mengapa kita menjadi LAWAN ?
Sering kali ketika seseorang ditimpa masalah dan membuatnya bersedih, kita akan menjadi sasaran pelampiasan. Namun karena keadaan tertentu, kita lebih suka menjadi tak acuh. Tak ada keinginan untuk menyelami sedalam mana kesedihan orang tersebut. Sebisanya kita sebagai teman curhat hanya memberikan nasehat seadanya. Nasehat yang berasal dari pengetahuan, bukan perasaan. Akibatnya, kita dicap sebagai orang yang tak peka. Masalahnya di mana? Bisa jadi karena kita pasrah sebab sadar bahwa mustahil menjadi orang lain itu. Untuk itu, sebaiknya direnungi pepatah: Cobalah untuk menjadi orang lain.
Teringat lagi peribahasa yang mungkin sebagian orang tak mengacuhnya, ataukah menganggapnya kurang menarik karena susunan katanya tak puitis: Cubitlah diri sendiri sebelum mencubit orang lain. Peribahasa ini mengandung pesan agar kita senantiasa membayangkan diri kita menjadi orang yang akan kita perlakukan, sebelum kita benar-benar memperlakukannya. Ada makna tersirat agar kita memberikan perlakuan adil kepada orang lain, sama halnya dengan kita yang ingin diperlakukan adil.
Seharusnya kita tak sekonyong-konyong menghukumi seseorang. Kita perlu belajar menjadi orang yang pengertian. Akhirnya kita harus membiasakan diri menjadi pihak lawan. Menimbang-nimbang perilaku kita yang sering kali hanya menggunakan perspektif pribadi, lalu mengesampingkan kepentingan pihak kontra kita. Kita dengan mudah memperlakukan orang dengan cara tertentu, yang sesungguhnya kita sendiri tak ingin diperlakukan demikian. Perlu direfleksikan kembali, bahwa lawan kita sesungguhnya dan yang pertama-tama adalah diri kita sendiri, bukan orang lain.


















Comments

Popular Posts