Mengapa Turki Ingin Membangun Kapal Induk?

News Portals: 19:16 WIB

WWIII - Setelah mengawasi peluncuran korvet buatan dalam negeri pada bulan Juli 2017, Turkish Pres. Recep Tayyip Erdogan menyuarakan tujuan negaranya membangun "kapal induk kita sendiri" sebagai bagian dari upaya Ankara untuk "menjadi independen di bidang pertahanan pada tahun 2023."

"Kita harus bergerak lebih cepat lagi," kata Erdogan. "Kami bangga dengan kemampuan kami untuk membangun kapal-kapal militer, terutama pembangunan kapal selam."

Pernyataan Erdogan tidak lantas terlalu mengada-ada. Ini datang lebih dari setahun setelah Turki memulai pembangunan di TCG Anadolu, sebuah kapal amfibi yang berbasis di kapal induk Juan Carlos I. Maskapai penerbangan ringan ini yang ingin diluncurkan Turki dalam waktu 3 tahun, akhirnya akan menjadi unggulan angkatan laut Turki. Dan bahkan bisa membawa enam F-35B Joint Strike Fighters, yang bisa lepas landas dan mendarat secara vertikal.

Turki sudah memiliki rencana untuk menjadi operator F-35 dan mungkin juga membeli varian ini. Sebagai alternatif, Anadolu dapat melayani murni sebagai pembawa helikopter, membawa helikopter tempur TAI / AgustaWestland T129 yang diproduksi bersama dengan Italia bersama helikopter ukuran berat Chinook.

Juan Carlos I dari Spanyol, selain bertindak sebagai kapal pengangkut pasukan, membawa jet melompat Harrier AV-8B saat ini dari Spanyol.

Latar belakang rencana ini dan pernyataan Erdogan adalah tentang Turki yang mencoba memproyeksikan kekuasaan di wilayah tersebut dan sekitarnya. Tentara Turki sekarang ditempatkan di Teluk Persia di sheikistan Qatar. Turki telah membangun sebuah basis di Somalia untuk membantu melatih tentara nasional di sana untuk memerangi kelompok Al Shabaab, dan memiliki penempatan pasukan di Irak dan Suriah.

Singkatnya, militer Turki tidak membatasi dirinya ke dalam perbatasannya sendiri, atau bahkan di wilayahnya sendiri.

Saingan Turki yaitu Mesir adalah satu-satunya negara di wilayah ini yang memiliki flattops, meskipun kapal perang amfibi kelas Mistral Prancis. Mesir membeli kapal-kapal ini dari Prancis pada tahun 2015 , memberikannya kemampuan angkat berat yang beberapa negara di dunia dapat membanggakan.

Kapal-kapal belum melihat pertarungan atau penempatan yang sebenarnya jauh dari pantai Mesir. Selanjutnya mereka tak bisa mengoperasikan pesawat tempur seperti Juan Carlos I atau Anadolu.

Sebuah laporan yang sangat meragukan pada tahun 2015 bahkan menyarankan agar Israel berusaha membeli "kapal induk modern," tanpa menentukan kelasnya dari AS. Kepemilikan sebuah kapal induk akan memungkinkan Israel untuk memproyeksikan angkatan laut dan kekuatan udara melawan saingannya yaitu Iran, jauh dari pantainya sendiri.

Sementara Israel sering digambarkan sebagai kapal induk AS yang tidak bergerak, sangat tidak mungkin untuk memiliki kapal induk sendiri dalam waktu dekat.

Iran juga mengklaim, pada bulan Desember 2016 bahwa militernya berencana untuk bergabung dengan klub eksklusif negara-negara pengelola operasi. "Membangun kapal induk juga termasuk tujuan yang dikejar oleh Angkatan Laut dan kami berharap dapat mencapai tujuan ini," kata Pei Jafari Tehranip, Wakil Komandan Angkatan Laut Iran untuk Koordinasi, kepada kantor berita negara Fars News pada bulan Desember 2016.

Kebetulan ambisi angkatan laut Shah mengenai Iran sangat mirip dengan yang dimiliki Erdogan hari ini. Dia berusaha tidak hanya menjadikan Iran sebagai kekuatan dominan di Teluk Persia, namun merupakan kekuatan angkatan laut utama di Samudra Hindia, di samping angkatan laut Australia dan Afrika Selatan.

Terombang-ambing dengan uang setelah krisis minyak pada tahun 1970an, Shah secara paksa terbuang di semua cabang militernya dengan tujuan meningkatkan Iran menjadi kekuatan regional dan internasional terkemuka.

Iran campur tangan dalam konflik di negara-negara tetangga, terutama di Irak Kurdistan dan Oman. Shah bahkan melangkah lebih jauh untuk menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk membuat militer Iran "mungkin yang terbaik, non-atom." Revolusi Iran 1979 menghapuskan rencana tersebut.

Demikian pula upaya dari Erdogan untuk menjadikan Turki sebagai kekuatan militer regional dan dunia dengan membangun mengoperasikan perangkat keras yang mahal dapat menjadi bumerang karena sedang dilakukan sementara itu situasi politik domestik di Turki yang semakin otoriter dan represif terus memburuk setelah mencoba kudeta Juli 2016.

Dalam beberapa bulan terakhir, satu-satunya kapal induk yang memasuki lautan dekat Timur Tengah selain pesawat AS yang armada pengangkutnya tidak memiliki rekan adalah perancang tunggal Prancis dan Rusia. Charles de Gaulle dari Perancis adalah kapal yang sangat tangguh yang mampu membawa 40 jet tempur multi-peran Dassault Rafale yang canggih dari jenis negara-negara Timur Tengah yang besar hanya bisa bermimpi memproduksi atau membeli.

Laksamana Rusia Kuznetsov, sementara sering ditertawakan karena banyak sekali kekurangannya, bagaimanapun tetap mempertahankan Moskow di klub-klub yang mampu memproyeksikan kekuatan militer yang signifikan di luar batas-batasnya.

Ini adalah klub Turki dengan sungguh-sungguh berharap bisa bergabung di masa mendatang meski dalam skala yang relatif lebih kecil dengan TCG Anadolu.

Comments

Popular Posts