Indonesia Akan Mengusulkan Proyek Senilai US $ 91 Miliar Untuk Belt And Road Cina




Para pekerja menurunkan kantong beras dari kapal kargo ke sebuah truk di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia, pada 16 April 2018.
Para pekerja menurunkan kantong beras dari kapal kargo ke sebuah truk di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia pada 16 April 2018. FOTO: REUTERS
Indonesia akan mengusulkan 28 proyek senilai US $ 91,1 miliar (S $ 123 miliar) kepada investor Cina pada hari Rabu tanggal 20 Maret sebagai bagian dari partisipasinya dalam China Belt and Road Initiative (BRI) kata seorang menteri senior.
Menteri Koordinator Kelautan Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menawarkan proyek-proyek yang meliputi pelabuhan dan kawasan industri, pembangkit listrik, pabrik peleburan dan pariwisata, selama pertemuan komite pengarah pertama di Bali pada hari Rabu dan Kamis.
"Dari 28 proyek tersebut, kami berharap mencapai kesepakatan pada setidaknya 2 hingga 3 proyek," katanya kepada pers pada hari Selasa setelah Forum CEO Connect Standard Chartered tentang BRI yang diorganisir bersama oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS). ) dan lembaga intelijen bisnis Strategi Tenggara.
Luhut bagaimanapun menolak untuk menentukan proyek karena komite Indonesia masih dalam diskusi sebelum memilih yang dianggap memiliki potensi paling besar.
Proyek-proyek tersebut akan berlangsung di empat lokasi yang ditetapkan sebagai Koridor Ekonomi Komprehensif Regional.
Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM) Thomas "Tom" Lembong mengatakan 4 lokasi itu adalah Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali.
Keempat lokasi itu katanya dipilih karena mereka semua duduk di pinggiran nusantara yang bertepatan dengan ambisi Presiden Joko Widodo untuk membangun negara dari wilayah luar.
Selain itu, Bapak Lembong menambahkan, lokasi-lokasi itu juga memiliki kelebihan mereka sendiri yang dapat menarik investor Cina ke daerah tersebut.
Sumatra Utara misalnya dianggap sebagai lokasi yang strategis karena kedekatannya dengan Selat Malaka dan sebagai pusat industri minyak sawit Indonesia, katanya.
Kalimantan Utara telah terbukti menghadirkan potensi besar untuk pembangkit listrik tenaga air dari sungai-sungainya yang akan sempurna untuk peleburan aluminium tambahnya.
"Ini membuat Kalimantan Utara menjadi lokasi yang ideal untuk direlokasi ke pabrik peleburan Cina," katanya.
Kepala investasi juga mengatakan pemerintah menganggap bahwa Sulawesi Utara yang lebih dekat ke Cina daripada lokasi lain di Indonesia menjadikannya sempurna bagi investor Cina.
Selain 28 proyek, Luhut mengatakan bahwa bisnis Indonesia dan Cina juga melakukan studi kelayakan untuk tujuh proyek lainnya senilai US $ 8,7 juta di koridor dan di Jawa Tengah. Setelah studi selesai maka bisnis akan menentukan langkah selanjutnya untuk proyek.
Tetapi sebelum bisnis dapat mencapai kesepakatan untuk bergerak maju dengan proyek-proyek itu, ia menekankan bahwa investor Tiongkok harus mematuhi empat syarat pemerintah.
Dia mengatakan yang pertama adalah bahwa investor Cina hanya harus menggunakan teknologi ramah lingkungan untuk proyek-proyek tersebut sebagai bagian dari komitmennya untuk menjaga keberlanjutan semua proyek pembangunan di Indonesia.
"Kami tidak akan menerima teknologi kelas 2 yang akan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan," katanya.
Kedua, lanjutnya adalah memaksimalkan penggunaan tenaga kerja lokal dalam proyek. Jika investor Cina menggunakan tenaga mereka sendiri hal itu akan diizinkan hanya pada tahap awal proyek sebelum mereka dapat mentransfer keterampilan mereka kepada pekerja lokal.
Kondisi ketiga bertepatan dengan yang sebelumnya karena pemerintah mengharuskan investor Cina untuk mentransfer pengetahuan mereka tentang teknologi ke mitra lokal mereka melalui program pelatihan, katanya.
Keempat, katanya adalah bahwa proyek harus menciptakan nilai tambah bagi industri hulu dan hilir Indonesia untuk mengurangi ketergantungan negara pada industri ekstraktif seperti pertambangan, serta menguntungkan ekonomi negara dalam jangka panjang.
Selain menguntungkan ekonomi Indonesia, sesama senior CSIS dan mantan menteri perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan inisiatif itu juga dapat menguntungkan Cina karena itu bisa menjadi sumber pertumbuhan di tengah perlambatan ekonomi dan ketegangan perdagangan dengan AS. 
"Faktanya, perang dagang dapat memberikan peluang bagi kita karena Indonesia dapat menjadi tujuan bagi perusahaan Cina untuk merelokasi bisnis mereka," katanya.
BRI diresmikan pada September 2013 oleh Presiden Cina Xi Jinping yang memiliki visi besar untuk membangun kembali dan memperluas Jalan Sutra tua atas nama perdagangan internasional, pengembangan dan kerja sama yang ditingkatkan.
Inisiatif ini melibatkan pengembangan infrastruktur dan investasi di setidaknya 152 negara.

Comments

Popular Posts