Risiko Nuklir Di Kepulauan Marshall Memperlihatkan Cacat Moral AS



Awan jamur menjulang dengan kapal-kapal di bawahnya saat uji coba senjata nuklir Operation Crossroads di Bikini Atoll, Kepulauan Marshall dalam selebaran file 1946 ini disediakan oleh Perpustakaan Kongres AS. Foto: Xinhua


The Los Angeles Times baru-baru ini menerbitkan laporan investigasi yang panjang yang mengungkapkan bahwa AS melakukan beberapa uji coba nuklir di Kepulauan Marshall antara tahun 1946 dan 1958. Kerusakan yang ditimbulkan pada kelompok kepulauan Pasifik tengah dan rakyatnya berlanjut hingga hari ini. Pada 1980-an, AS membangun kubah raksasa di pulau-pulau itu untuk menyimpan sisa-sisa uji coba radioaktif mematikan sebelumnya. Tidak ada standar keamanan yang diikuti untuk mencegah kebocoran radiasi. Bangunan itu yang kini berusia lebih dari 40 tahun masih memiliki risiko kebocoran radioaktif beracun dari kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh perubahan iklim. 

Ini adalah masalah lama dari sejarah yang belum diselesaikan secara adil sampai sekarang yang mengungkapkan 2 ciri khas hubungan luar negeri AS.

Fitur pertama adalah bahwa standar Washington berbeda untuk memperlakukan warga negaranya sendiri dan warga negara dari negara lain. Bayangkan bahwa keselamatan warga AS terancam oleh risiko nuklir seperti yang terjadi di Kepulauan Marshall yang diungkapkan oleh media setelah beberapa dekade dimana badai politik akan meletus di AS. Tetapi ketika menyangkut warga negara lain pemerintah AS menanganinya dengan cara yang berbeda meskipun Konstitusi AS menyatakan bahwa "semua manusia diciptakan sama."

Pada tahun 1988 untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang parah dan masyarakat setempat melalui uji coba nuklir dan residu nuklir maka pemerintah AS sepakat untuk membentuk pengadilan bersama Kepulauan Marshall-AS untuk menyelidiki kasus tersebut. Akhirnya pengadilan memutuskan bahwa AS harus membayar pulau-pulau itu $ 2,3 miliar sebagai kompensasi. Bahkan keputusan bersama semacam itu yang melibatkan AS ditolak oleh Kongres AS dan pengadilan AS. Veto oleh Kongres AS dan pengadilan memberikan berbagai alasan untuk keputusan tersebut tetapi alasan mendasarnya adalah bahwa penerima kompensasi bukan warga negara AS.

Kasus ini adalah contoh yang sangat khas tentang bagaimana AS memiliki standar yang berbeda ketika berurusan dengan perselisihan internasional yang melibatkan dirinya. AS sering menerapkan standar yang berbeda pada masalah dan standar ini selalu didasarkan pada kepentingan pribadi daripada etika internasional. AS hanya memiliki "garis merah muda" dan tidak ada "garis merah" untuk kebijakan luar negeri AS. Warna "merah muda" sepenuhnya ditentukan oleh kepentingan sepihak AS.

Karakteristik lain adalah bahwa dalam menangani perselisihan dengan negara lain, Washington tidak bermain dengan aturan internasional tetapi domestik. Nasib kasus pembuangan residu dan uji coba nuklir di Kepulauan Marshall biasanya mencerminkan prinsip AS sebagai negara adikuasa yaitu Hukum domestik AS lebih unggul daripada hukum internasional,

Secara obyektif dengan tidak adanya larangan internasional pada pengujian nuklir atmosfer pada waktu itu maka uji coba nuklir oleh AS di Kepulauan Marshall tidak boleh dikecam. Namun cara membuang sisa-sisa uji coba nuklir ini dan bagaimana menerapkan putusan pengadilan bersama Kepulauan Marshall-AS 1988 tidak hanya masalah etika internasional tetapi juga terkait langsung dengan hak-hak masyarakat Kepulauan Marshall untuk kelangsungan hidup dan pembangunan serta otoritas hukum dan aturan internasional.

Sekarang AS sering berbicara tentang pendekatan "berdasarkan aturan" yang harus kita sambut dan dorong dan dengan ramah mengingatkan pemerintah AS dan Kongres AS yaitu Haruskah ada juga "aturan" dalam menangani risiko keamanan nuklir di AS. Kepulauan Marshall dan haruskah "aturan" itu juga menjadi "dasar"? Jika Washington benar-benar bermain sesuai aturan maka Los Angeles Times tidak akan melaporkannya. 

Orang-orang dengan hati nurani harus mengakui kenyataan yang suram yaitu Warga negara Kepulauan Marshall telah menjadi korban dari 2 ancaman mematikan di dunia. 

# Pertama, ancaman keamanan nuklir. Sejak 1980-an, komunitas internasional telah secara bertahap mengembangkan aturan internasional yang semakin matang dan bahkan pengaturan teknis untuk memperkuat keamanan nuklir dan menyelesaikan masalah potensial di bidang keamanan nuklir. Masalah keamanan nuklir di pulau-pulau itu tidak sulit untuk diselesaikan. Selama AS memperlakukan orang-orang Marshall dan isu-isu keselamatan nuklir rakyat AS secara setara dan mematuhi aturan internasional dan standar keamanan maka masalah ini dapat diselesaikan secara adil.

# Kedua, kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh perubahan iklim. Penarikan AS dari Perjanjian Paris dan kegagalannya untuk menangani masalah nuklir Kepulauan Marshall sesuai dengan aturan internasional adalah 2 peristiwa yang berbeda tetapi hubungan yang jelas dalam pemikiran kebijakan dapat dilihat. Jika setiap negara mengabaikan etika internasional dengan kepentingan nasionalnya sendiri dan mengabaikan aturan internasional dengan politik domestik tidak akan ada tatanan internasional dan semua anggota komunitas internasional termasuk pelanggar itu sendiri akan dirugikan.

Comments

Popular Posts