Pilihan Coronavirus Untuk Perawat Indonesia
Paediatrician Agnes Tri Harjaningrum berada di garis depan di Indonesia dalam menentukan siapa yang akan atau tidak akan dirawat di dugaan kasus coronavirus di negara dengan kapasitas gabungan hanya 132 rumah sakit rujukan untuk memerangi penyakit Covid-19 dimana jumlah yang dianggap masih jauh dari memadai.
Salah satu pasiennya di rumah sakit Jakarta tempat dia bekerja adalah bocah lelaki berusia 3 bulan yang menerima terapi oksigen dan antibiotik atau obat-obatan lain 2 kali atau lebih setiap hari tergantung kondisinya. Harjaningrum mengatakan perawat juga akan memberinya susu melalui selang makanan begitu kesehatannya membaik.
Harjaningrum menggambarkan rumah sakitnya yang dia tolak untuk mengidentifikasi sebagai fasilitas "level D" yang terendah dalam sistem rumah sakit di Indonesia dengan sebagian besar pasiennya dirujuk oleh pusat kesehatan masyarakat. Beberapa pasiennya telah dirawat setelah gagal masuk ke rumah sakit berkualitas tinggi yang berjalan dengan kelebihan kapasitas.
Rumah sakit dianggap memiliki "fasilitas terbatas" dengan jumlah ruang isolasi yang tidak memadai dan tidak ada unit perawatan intensif neonatal atau pediatrik.
Meskipun rumah sakitnya menyediakan peralatan medis personalia kepada personelnya dia khawatir rumah sakit itu akan segera kehabisan stok karena menjadi penuh dengan pasien. Dengan jas hazmat medis sekali pakai berharga sekitar 500.000 rupiah (US $ 30) dan pekerja garis depan menggunakan setidaknya 4 jas hazmat per hari untuk mengobati hanya 1 pasien yang diduga menderita virus coronavirus dengan biaya juga menumpuk.
"Ini akan seperti bunuh diri jika kita harus berurusan dengan seorang pasien tanpa mengenakan peralatan pelindung pribadi" kata Harjaningrum yang mencatat bahwa beberapa temannya di rumah sakit daerah yang lebih kecil menggunakan jas hujan atau bergiliran mengenakan setelan hazmat medis yang sama ketika merawat pasien yang mungkin memiliki Covid-19.
Petugas kesehatan memeriksa orang-orang yang memiliki gejala Covid-19 di Bandung, Jawa Barat. Foto: AFP
Hingga hari Sabtu Indonesia telah melaporkan 1.155 kasus virus korona terkonfirmasi dengan 102 kematian terbanyak di antara negara mana pun di Asia Tenggara. Di antara korban adalah 10 dokter dan seorang perawat kata Asosiasi Medis Indonesia. Gubernur Jakarta Anies Baswedan pada hari Sabtu mengatakan bahwa 61 staf medis di 26 rumah sakit di ibukota telah terinfeksi virus corona menurut laporan CNN Indonesia.
Tetapi data itu dilihat sebagai mengecilkan skala sebenarnya dari infeksi mengingat respon pemerintah yang lambat untuk mengatasi penyakit ini di negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Sebuah penelitian oleh Pusat Pemodelan Matematika untuk Penyakit Menular yang berbasis di London yang dirilis pada hari Senin memperkirakan bahwa sedikitnya 2 % dari infeksi virus korona aktual Indonesia telah dilaporkan kepada pihak berwenang yang berarti jumlah sebenarnya infeksi dapat sebanyak 34.300 yang akan menempatkan Indonesia jauh di atas Iran yaitu negara dengan infeksi keenam terbesar di dunia dan sedikit di bawah Jerman.
Para pemodel lain memproyeksikan bahwa kasus-kasus dapat meningkat hingga 5 juta di ibukota Jakarta pada akhir April di bawah skenario terburuk meskipun pejabat senior kementerian kesehatan Indonesia Achmad Yurianto menolak perbandingan untuk wabah di Italia dan Cina mengatakan "Kami tidak akan seperti itu".
"Yang penting adalah kita mengerahkan orang-orang ... mereka harus menjaga jarak" katanya seraya menambahkan bahwa langkah-langkah jarak sosial yang tepat akan meniadakan perlunya tempat tidur tambahan atau staf medis.
Sementara itu Indonesia hanya memiliki 12 tempat tidur rumah sakit dan 4 dokter per 10.000 orang untuk memerangi penyakit ini. Sebagai perbandingan Korea Selatan yang telah melaporkan 9.478 kasus virus corona dan 144 kematian memiliki 115 tempat tidur per 10.000 orang dan 6 kali lebih banyak dokter.
Dengan fasilitas rumah sakit yang premium pemerintah awal pekan ini mulai menggunakan desa atlet Asian Games 2018 di Jakarta sebagai rumah sakit darurat dengan kapasitas untuk merawat hingga 24.000 pasien.
Welas Riyanto, seorang perawat yang telah bekerja di rumah sakit rujukan lain di Jakarta sejak tahun 1993 dan bertanggung jawab untuk menangani pasien coronavirus potensial yang sedang diamati mengatakan salah satu masalah yang dihadapi rumah sakit di Indonesia adalah kurangnya ruang isolasi tekanan negatif yang digunakan untuk menampung kontaminan yang ada di udara di dalam ruangan sehingga mencegah virus menyebar ke area lain di rumah sakit.
Riyanto mengatakan bahwa di rumah sakitnya yang juga tidak mau disebutkan namanya hanya ada 1 ruang tekanan negatif untuk merawat pasien Covid-19 di lantai pertama. Di lantai 2 rumah sakit telah memasang kipas knalpot darurat di dalam 10 bangsal untuk memastikan bahwa udara di dalam bangsal dapat diedarkan di luar.
Dia mengatakan dia telah mendengar dari staf medis garis depan di rumah sakitnya dan di fasilitas lain bahwa persediaan peralatan pelindung diri hampir habis.
“Semakin banyak petugas kesehatan terpapar semakin besar kemungkinan mereka akan berhenti bekerja” kata Riyanto yang juga ketua Asosiasi Perawat Darurat dan Bencana Indonesia.
STAF SINGKAT
Harif Fadhillah, ketua Asosiasi Perawat Nasional Indonesia, sepakat bahwa masalah utama bagi staf medis garis depan dalam pertempuran coronavirus adalah kurangnya peralatan pelindung dengan "hampir semua rumah sakit mengatakan itu adalah masalah No. 1".
Awal bulan ini Kementerian Kesehatan mengatakan telah memesan 10.000 potong alat pelindung dari India dan Eropa tetapi tidak ada bukti di rumah sakit bahwa ada alat yang tiba. Pemerintah juga mengatakan pada hari Jumat bahwa pihaknya telah mendistribusikan 151.000 peralatan pelindung ke berbagai provinsi di Indonesia dengan bantuan Tentara Nasional Indonesia.
Fadhillah mengatakan kekhawatiran lain bagi petugas kesehatan adalah kelelahan yang mereka hadapi karena bekerja lembur mengingat kurangnya staf terlatih di rumah sakit Indonesia. Dia mengatakan seorang perawat tunggal dapat menangani 1 hingga 3 pasien Covid-19 yang sakit kritis atau hingga 8 pasien Covid-19 yang lebih sehat selama satu shift 8 jam.
Namun dengan kekurangan perawat beberapa staf medis harus bekerja shift ganda dan 3 kali lipat untuk memenuhi permintaan katanya.
Kekurangan tersebut telah sedikit berkurang melalui dorongan rekrutmen online oleh Asosiasi Perawat Nasional Indonesia yang mendaftarkan 480 sukarelawan dalam jangka waktu 24 jam kata Fadhillah. Tetapi Indonesia juga kekurangan tenaga medis profesional lainnya.
Agus Dwi Susanto, ketua Masyarakat Respirologi Indonesia mengatakan kepada portal berita Indonesia Tempo.co bahwa hanya ada 1.106 spesialis paru-paru di Indonesia ketika seharusnya ada sekitar 2.600 spesialis untuk populasi 260 juta negara atau 1 dokter untuk setiap 100.000 warga.
Harjaningrum dokter anak Jakarta tidak tahu apakah pemerintah Indonesia telah melakukan "terlalu banyak atau terlalu sedikit" dalam penanganan pandemi ini. Untuk saat ini katanya dia menaruh kepercayaan pada sesuatu selain pejabat pemerintah untuk menyelesaikan masalah.
“Tentunya Tuhan akan menjaga saya, keluarga saya dan teman-teman saya yang telah mencoba yang terbaik, profesional dan ingin memberikan yang terbaik” katanya.
Comments
Post a Comment
WeLcOmE TO My SiTeS